Di balik aroma asap yang perlahan menari di udara sore, terselip sebuah cerita rasa yang sederhana namun kaya makna: peuyeum bakar. Makanan tradisional khas Sunda ini tak hanya membangkitkan memori masa kecil, tetapi kini hadir kembali dalam wajah baru yang lebih hangat dan memikat—mengisi ruang-ruang kebersamaan, festival kuliner, bahkan perayaan nasional dengan keunikan rasanya yang sulit dilupakan.
Peuyeum, atau tape singkong, memang bukan hal baru dalam khazanah kuliner Nusantara. Namun ketika ia dibakar, dimodifikasi dengan berbagai isian dan sentuhan modern, lahirlah sebuah sajian yang bukan sekadar makanan—tetapi perwujudan dari identitas, warisan, dan semangat bangsa yang hangat dari dalam.
Dari Kampung ke Panggung: Evolusi Rasa Peuyeum
Peuyeum adalah hasil fermentasi singkong yang memiliki cita rasa manis, sedikit asam, dan tekstur lembut. Di banyak daerah di Jawa Barat, peuyeum menjadi kudapan harian yang akrab disandingkan dengan secangkir teh atau kopi hangat. Dulu, peuyeum hanya dibungkus daun pisang dan dijual di pasar-pasar tradisional, tanpa kemasan modern atau label “trending”.
Namun waktu mengubah segalanya. Inovasi datang dari tangan-tangan kreatif para pelaku UMKM dan pecinta kuliner tradisional. Peuyeum kini dibakar di atas bara api, menghasilkan aroma karamel yang khas. Di dalamnya, bisa ditambahkan keju, cokelat, meses, bahkan kelapa parut dan susu kental manis. Rasa manis legit bertemu dengan wangi asap tipis, menciptakan sensasi nostalgia sekaligus kekinian.
Inilah kekuatan kuliner lokal: mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Peuyeum bakar menjadi jembatan antara generasi lama yang akrab dengan budaya tradisional, dan generasi muda yang haus akan sajian unik di media sosial. Ia tak hanya disantap, tetapi dirayakan—diabadikan dalam foto, dibagikan dalam cerita, dan dijadikan simbol kecintaan pada budaya sendiri.
Menghangatkan Momen Nasional, dari Hari Kemerdekaan hingga Pesta Rakyat
Tak sedikit kegiatan nasional yang kini menyertakan peuyeum bakar sebagai sajian unggulan. Di panggung-panggung seni, festival kuliner, dan acara peringatan Hari Kemerdekaan, peuyeum bakar hadir tidak hanya sebagai makanan—tetapi bagian dari identitas daerah yang bersinar di tengah keberagaman Indonesia.
Bayangkan suasana malam perayaan 17 Agustus. Lampu warna-warni menggantung di sepanjang jalan desa, anak-anak bermain kembang api, dan para ibu sibuk menyiapkan makanan khas. Di satu sudut, seorang pemuda membakar peuyeum di atas arang, menyajikannya hangat-hangat kepada para pengunjung. Aroma manis yang menguar perlahan menyatu dengan tawa dan obrolan, menjadi penghangat momen yang jauh lebih dalam daripada sekadar rasa.
Peuyeum bakar, dalam konteks ini, bukan hanya kuliner. Ia adalah simbol—bahwa kekayaan budaya lokal tidak pernah usang untuk dijadikan bagian dari cerita nasional. Ia mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang bendera dan lagu kebangsaan, tapi juga tentang menjaga, menghidupkan, dan memuliakan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Warisan Rasa yang Membangun Kemandirian Ekonomi
Di balik kepopulerannya yang kian meluas, peuyeum bakar juga menjadi penggerak ekonomi lokal. Banyak pelaku usaha mikro di Bandung, Garut, hingga Cianjur yang mulai memasarkan peuyeum bakar dalam berbagai bentuk dan kemasan menarik. Mereka menjualnya secara daring, menghadirkannya di pameran nasional, bahkan membawanya ke luar negeri dalam ajang promosi budaya Indonesia.
Dengan harga yang terjangkau namun nilai rasa dan cerita yang tinggi, peuyeum bakar menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat menciptakan peluang ekonomi nyata. Ia tak perlu bahan impor, tak butuh teknologi canggih. Cukup singkong, ragi, api, dan sentuhan cinta dari tangan pembuatnya. Di tengah dorongan pemerintah untuk mencintai produk lokal, peuyeum bakar adalah salah satu bentuk konkrit dari semangat berdikari dalam bidang pangan dan kreatif.
Hangatnya Tradisi, Manisnya Kebersamaan
Peuyeum bakar adalah bukti bahwa kuliner bisa menjadi bahasa pemersatu. Dalam setiap gigitan manis yang dibakar hangat, terselip sejarah, inovasi, serta semangat cinta tanah air. Ia menyatukan lidah-lidah dari berbagai penjuru, memecah batas generasi, dan memberi ruang bagi budaya lokal untuk hidup berdampingan dalam narasi besar Indonesia.
Jadi, ketika momen nasional datang, ketika kita mengenang jasa para pahlawan dan merayakan keberagaman bangsa, jangan lupa hadirkan peuyeum bakar di tengah perayaan. Ia tidak berteriak lantang seperti orasi kemerdekaan, tapi diam-diam menyentuh—melekatkan rasa, membuka kenangan, dan menyatukan hati lewat kehangatan rasa lokal yang tiada duanya.
Karena sesungguhnya, merayakan Indonesia bisa sesederhana menikmati peuyeum bakar bersama orang-orang tercinta. Dan dari situlah, cinta pada negeri ini akan terus tumbuh… satu gigitan demi satu gigitan.